Orang kusta yang buta |
Antonio tinggal di suatu tempat penampungan orang
yang sakit kusta. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tinggal di sana,
karena Antonio juga sakit kusta. Pada masa itu belum ada obat yang dapat
menyembuhkan penyakitnya yang mengerikan itu. Tidak ada jalan lain:
Antonio dan para penderita penyakit kusta lainnya itu harus diasingkan
dari masyarakat.
Namun demikian, Antonio adalah seorang penderita
penyakit kusta yang bahagia. Pertama-tama, ia bahagia karena ia percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus. Hal yang kedua, ia bahagia karena dialah
satu-satunya orang di tempat penampungan itu yang dapat membaca. Hal
yang ketiga, ia bahagia karena ia mempunyai Alkitab.
Semua orang kusta itu buta huruf, kecuali Antonio.
Tetapi banyak di antara mereka sekarang sudah percaya kepada Tuhan Yesus
Kristus. Mengapa? Oleh karena Antonio suka membacakan cerita-cerita
Alkitab bagi teman-teman senasibnya. Itulah kesenangannya yang terbesar.
Pada suatu hari Antonio mulai merasa agak susah
membaca. Matanya terasa agak sakit. Ia semakin terganggu dalam
pembacaannya, dan semakin ingin tahu apa sebabnya.
Kemudian seorang dokter datang ke tempat penampungan
orang yang sakit kusta itu. Ia memeriksa mata Antonio. Lalu dengan
pelan-pelan dokter itu mengucapkan dua kalimat, ... seolah-olah ia
segan sekali mengatakannya: "Kamu akan menjadi buta, Antonio. tidak ada
obat yang dapat mencegah hal itu."
Antonio duduk terpaku. Buta ...! Ia akan menjadi orang
kusta yang buta! Ia takkan lagi dapat pergi dari pondok ke pondok sambil
membawa Alkitabnya. Ia takkan lagi dapat membacakan cerita-cerita yang
indah itu bagi teman-temannya.
Berhari-hari lamanya Antonio duduk terdiam. Bagaimana ia dapat tahan menanggung penderitaan yang bertambah berat itu?
Lalu pada suatu hari Antonio mendapat akal. Matanya
makin lama makin kabur, namun ia belum buta. Dan pikirannya masih tetap
tajam. Aku akan menghafal beberapa bagian dari Alkitab! kata Antonio pada
dirinya sendiri. Nanti kalau aku betul-betul menjadi buta, aku masih
dapat pergi dari pondok ke pondok sambil menyampaikan isi Firman Allah
kepada teman-temanku!
Segera Antonio mengambil Alkitabnya. Bagian manakah
yang hendak dipilihnya untuk dihafal terlebih dahulu? Antonio terus
membuka-buka halaman demi halaman.
Ah..., penting sekali Sepuluh Hukum Tuhan ini! kata
Antonio pada dirinya sendiri. Ah.., bagus amat Mazmur 23 ini! Betapa
megahnya kata-kata Nabi Yesaya ini! Betapa indahnya ajaran-ajaran Tuhan
Yesus dalam pasal ini! Betapa senangnya nanti teman-temanku mendengar
cerita mengenai Rasul Paulus ini!
Manakah yang harus dihafalkannya terlebih dahulu? Ayat-ayat manakah yang patut disimpan dalam hatinya selama-lamanya?
Antonio memilih tiga pasal dulu. Mulailah dia
menghafal ayat-ayat dari pasal pertama pilihannya itu. Ia bekerja keras.
Setelah beberapa waktu, ia dapat menghafalkannya tanpa kesalahan apa
pun. Memang tidak sulit untuk mengingat apa yang benar-benar kita
senangi, bukan? Lalu ia memulai pasal yang kedua. Tidak lama kemudian ia
pun sudah siap mulai menghafalkannya pasal yang ketiga.
Teman-teman Antonio mendengar tentang apa yang
sedang dikerjakannya itu. Dengan berjalan pincang mereka satu persatu
mulai mampir ke pondoknya.
"Antonio," kata seorang kakek, apakah kamu sudah hafal Mazmur 8? Rasanya aku harus tetap mendengar pasal itu."
"Belum, Kek," jawab Antonio. "Nanti aku akan menghafal pasal itu.
Kakek itu lalu pergi dengan hati yang puas.
Kemudian
sekelompok anak-anak datang ke pondok Antonio dengan berlari-lari.
"Hai, Antonio, tolong hafalkan cerita tentang Tuhan Yesus dan
anak-anak!" mereka memohon dengan sangat. "Dan jangan lupa hafalkan juga
tentang para gembala dan orang Majus."
"Baiklah!" jawab Antonio. "Tetapi kalian harus turut menghafalkannya bersama-sama dengan aku, ya?"
Seorang bapak bertanya, "Apakah kamu akan menghafal Sepuluh Hukum Tuhan?"
"Memang itu sudah masuk daftarku, Pak," jawab Antonio.
Seorang ibu mendesak, "Kita masih perlu mendengarkan Mazmur Sang Gembala, Mazmur pasal 23 itu."
"O ya, Bu, itu sudah kuhafal," ujar Antonio sambil tersenyum.
"Antonio," sapa seorang nenek dengan suara yang
gemetar, "sudahkah kauhafal kata-kata Tuhan Yesus tentang rumah kita di
surga?" Nenek itu begitu menderita di dunia ini, dan ia begitu senang
mendengar janji Tuhan Yesus tentang rumah di surga, tentang cukup banyak
tempat yang telah tersedia bagi semua orang percaya.
"Antonio pun berjanji: Pasti aku akan menghafal bagian itu nanti, Nek."
Demikian Antonio bekerja keras hari demi hari.
Demikianlah ia berusaha mengingat baik-baik tiap bagian Alkitab yang
sangat dicintai oleh teman-temannya, para penderita penyakit kusta itu.
Matanya makin kabur. Ia makin jarang membaca, dan makin sering mengucapkan ayat-ayat di luar kepala.
Akhirnya saat yang telah lama ditakutinya itu tiba.
Pada suatu pagi Antonio membuka Alkitabnya, tetapi tidak ada satu huruf
pun yang dapat dibacanya.
Namun ternyata Antonio tidak menjadi sebegitu cemas
dan sedih seperti yang disangkanya semula. Waktu untuk belajar sudah
selesai, kata Antonio pada dirinya sendiri. Waktu untuk menyampaikan isi
Firman Allah kepada teman-temanku sudah tiba.
Dengan samar-samar Antonio masih dapat melihat
lorong yang menuju ke pondok-pondok tempat tinggal teman-temannya.
Sementara matahari pagi menyinari wajahnya yang tersenyum itu, ia terus
berjalan dengan pelan-pelan.
Sewaktu ia sampai di pondok temannya yang terdekat, masih terdengar sambutan ria seperti pada waktu-waktu dulu:
"Antonio datang!" anak-anak berseru.
"Antonio datang!" berkumandanglah suara orang-orang dewasa.
"Antonio ada di sini!" ayo berkumpullah semua!
Antonio akan menyampaikan isi Firman Allah kepada kita! Selamat datang,
Antonio! Selamat datang!"
Lalu Antonio duduk. Matanya yang tidak berguna lagi
itu tak dapat dipakainya untuk membaca. Namun suaranya mantap, dan
dengan tepat sekali ia mulai mengucapkan ayat-ayat kesayangannya yang
dihafalkannya dari Kitab yang paling dicintainya.
Orang kusta yang buta itu tersenyum. "Kalau Firman Allah ada di dalam hati kita, senang rasanya," kata Antonio.
Para penderita penyakit kusta yang telah berkumpul di sekeliling Antonio itu pun setuju dengan pendapatnya.
"Firman Allah ada di dalam hati kita," kata mereka. "Sungguh senang rasanya!"
TAMAT
Sumber: https://misi.sabda.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar